Bermula dari membaca buku Alfred Russel Wallace, The Malay Archipelago, saya tergugah untuk pergi ke Halmahera, yang disebutnya “Gilolo” atau dilafalkan, “Jailolo”. Dia menulis kondisi pulau itu dalam bab ke-22. Tidak panjang, tetapi cukup detail. Pada 1858, Wallace sempat tinggal di Dodinga, kampung yang berada di ujung teluk Jailolo. Hampir 166 tahun kemudian kampung itu masih ada dan tidak berubah nama. Menurut Wallace, Halmahera memiliki ciri dan sifat daratan yang sudah tua. Permukaannya dilapisi tanah vulkanis. Tanah subur yang menutrisi aneka tumbuhan. Ditulisnya juga dalam buku itu tentang sejenis burung berbulu indah di hutan Halmahera. Si burung gemar meloncat-loncat, lincah dalam urusan terbang, dan ahli menghindari penangkapan. Ini burung bidadari, yang kemudian dinamai Semioptera wallaci untuk mengabadikan nama sang penemu. Pulau tua, flora dan faunanya unik, tidak selalu aman karena ayunan gempa dan ulah gunung-gunung berapi aktif, dikelilingi laut dan dialiri sungai, dihuni beragam suku-bangsa, dan dibayang-bayangi kekuasaan dan kekuatan lokal maupun global sungguh menarik bagi saya. Kesempatan itu akhirnya tiba. Wallace rajin mengumpulkan berjenis serangga dan burung. Saya mengumpulkan berbagai cerita, yang pada akhirnya menuntun dan menuntut saya pergi ke beberapa pulau lain di sekitar Halmahera, terutama Ternate dan Tidore. Sejumlah cerita itu terhimpun dalam buku ini.
Reviews
There are no reviews yet.